Selama ini Greenpeace dikenal sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dikenal galak terhadap perusahaan kelapa sawit dan getol menggelar kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit Indonesia. Namun, ada fakta yang mengejutkan bahwa LSM asing itu pernah menjalin kerja sama dengan salah satu produsen minyak sawit dan bubur kertas raksasa, Sinar Mas Group, pada 2015.
Fakta itu dibeberkan oleh Greenomics Indonesia yang menyebutkan bahwa Greenpeace berkolaborasi dengan Sinar Mas pada 2015. Sayangnya, walau telah terjadi kerja sama antarkeduanya, kebakaran hutan dan lahan tetap terjadi dan tak bisa dicegah. Konsesi-konsesi HTI Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas terbakar ratusan ribu hektare di Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau pada 2015, saat salah satu raksasa bisnis kertas dunia ini sedang berkolaborasi dengan Greenpeace.
Tak hanya di konsesi-konsesi HTI, konsesi sawit grup Sinar Mas di Kalimantan Barat juga terkena kebakaran hutan dan lahan (karhutla) serius. Hampir seluruh areal hutan konservasi konsesi perusahaan tersebut terbakar pada saat Greenpeace-Sinar Mas sedang dalam suatu kolaborasi.
“Tentu menimbulkan pertanyaan, sebuah grup bisnis terbesar yang sedang berkolaborasi dengan Greenpeace, justru konsesi-konsesinya terbakar hingga ratusan ribu hektare pada 2015,” ujar Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi, di Jakarta, Rabu (25/9/2019).
“Kami meminta kepada Greenpeace untuk menjelaskan kepada publik tentang pengalamannya saat kolaborasi dengan Sinar Mas Group. Jelaskan kepada publik, kenapa kolaborasinya justru gagal dan Sinar Mas jadi penyebab karhutla,” ucapnya.
Pernyataan Greenomics ini seperti menampar balik Greenpeace yang sebelumnya merilis data bahwa sejumlah perusahaan kelapa sawit dan bubur kertas yang terlibat karhutla dalam periode 2015-2018 lolos dari sanksi serius pemerintah Indonesia, kendati telah terjadi kebakaran berulang di area lahan yang sama. Greenpeace mengklaim bahwa lahan seluas 3,4 juta hektare terbakar antara 2015 sampai 2018 di Indonesia. Pada 2015 saja, lebih dari 2,6 juta hektare lahan terbakar. Atas alasan itu Greenpeace menyebutnya sebagai salah satu bencana lingkungan hidup berbesar pada abad ke-21 hingga kini.
Menanggapi pernyataan Greennomics tersebut, Greenpeace berkilah bahwa Greenomic, yang berperan sebagai juru bicara tidak resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), semestinya memberikan masukan untuk menegakkan hukum yang tegas kepada Sinar Mas Group yang menjadi pelaku karhutla sampai 2018, bukan malah menanyakan peran Greenpeace. Walau begitu, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara, Kiki Taufik, mengakui bahwa pihaknya pernah menjalin kolaborasi dengan Sinar Mas Group untuk kampanye supaya perusahaan besar seperti Asia Pulp and Paper (APP) mematuhi aturan dan berkomitmen untuk No Deforestasi, No Peatland Development, dan No Exploitasi terhadap pekerja (NDPE).
“Kami berhasil mendesak Sinar Mas Group saat itu untuk memiliki komitmen NDPE dan Greenpeace melakukan pengawasan implementasinya. Hanya saja, kami menemukan bahwa mereka masih belum melakukan full transparansi sehingga Greenpeace memutuskan untuk tidak lagi berkolaborasi dengan Sinar Mas Group,” ujar Kiki.