Industri minyak sawit Indonesia terus menghadapi tantangan global yang berat akibat ketidakpastian dalam dinamika pasar minyak nabati dunia. Permintaan dari pasar ekspor tidak meningkat signifikan sehingga harga minyak sawit mentah (CPO) tetap bergerak pada kisaran harga yang rendah. Sementara itu, pertumbuhan daya serap pasar minyak sawit di dalam negeri juga tidak terlalu besar.
Tak bisa dipungkiri bahwa isu deforestasi, kampanye negatif soal kesehatan, hak asasi manusia (HAM), hingga Kebijakan Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II yang mengharuskan sawit dikeluarkan sebagai bahan baku biofuel di Uni Eropa berdampak luas pada lesunya ekspor CPO Indonesia ke mancanegara.
Berdasarkan data yang dirilis Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), volume ekspor Indonesia khusus CPO dan turunannya pada semester pertama 2019 mengalami penurunan hampir di semua negara tujuan utama ekspor Indonesia, kecuali Cina. Sementara itu, volume ekspor Indonesia khusus CPO dan turunannya pada semester pertama 2019 ke Uni Eropa (UE) mengalami stagnasi dengan kenaikan yang hanya mampu mencapai 0,7 persen saja atau dari 2,39 juta pada periode Januari sampai Juni 2018 naik tipis menjadi 2,41 juta ton periode yang sama 2019.
Volume ekspor Indonesia khusus CPO dan turunannya pada semester pertama 2019 ke India tersungkur 17 persen atau dari 2,5 juta ton semester I/2018 turun menjadi 2,1 juta ton periode yang sama 2019. Penurunan juga diikuti oleh Amerika Serikat 12 persen, Pakistan 10 persen, dan Bangladesh 19 persen.
Selain lesunya ekspor ke mancanegara, Indonesia menghadapi penerapan pajak yang tinggi dari beberapa negara pengimpor minyak kelapa sawit. Cina dan India misalnya, memasang tarif pajak minyak kelapa sawit dari Indonesia sebesar 50 persen. Belakangan, Rusia juga menaikkan tarif pajak minyak sawit Indonesia dari 10 menjadi 20 persen.
Duta Besar Indonesia untuk Federasi Rusia dan Republik Belarus, Wahid Supriyadi, mengakui kenaikan pajak ini dipicu oleh adanya kesalahpahaman terkait minyak sawit yang dianggap tidak sehat. Oleh sebab itu, Indonesia harus berupaya keras dengan melakukan negosiasi rencana kebijakan ini dengan pemerintah Rusia.
“Kami bisa membuktikan bahwa minyak sawit itu aman dan sehat dikonsumsi. Saya pikir ini langkah yang sedikit diskriminatif. Kami harus menegosiasikan dengan pemerintah Rusia,” kata Dubes Wahid.
Harga TBS Anjok
Dari sisi harga, sepanjang semester pertama 2019 harga CPO global bergerak di kisaran US$ 492,5 hingga US$ 567,5 per ton dengan harga rata-rata di kisaran US$ 501,5 sampai US$ 556,5 per ton. Dampak turunnya harga ini sangat merugikan petani rakyat sebab harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit turun berkisar Rp 450 hingga Rp 700 per kilogram.
Harga kelapa sawit saat ini yang kurang dari Rp 1.000 per kilogram tentu merugikan pihak petani karena tidak sebanding dengan biaya pemupukan, termasuk biaya rutin pemeliharaan kebun. Kenyataan yang sama juga dihadapi para petani sawit di Bengkulu. Bahkan di Kabupaten Seluma, harga TBS hanya Rp 450 per kilogram. Akibatnya, para petani memilih tak memanen buah sawit dan membiarkannya busuk di pohon.
Di tengah kondisi yang pelik, pemerintah Indonesia mesti mendapatkan solusi yang cepat dan tuntas agar industri kelapa sawit di Tanah Air dapat berkelit di masa yang sulit. Berbagai upaya diplomasi atau lobi dengan beberapa negara pengimpor CPO harus terus dilakukan hingga memberikan posisi yang baik bagi kepentingan Indonesia. Selain itu, Indonesia harus tetap aktif mencari pasar-pasar baru untuk CPO dan produk turunannya.
Langkah kedua adalah membawa perselisihan dagang dengan UE ini ke forum World Trade Organization (WTO). Indonesia sudah punya pengalaman menang atas UE dalam perselisihan soal pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) produk biodiesel asal Indonesia. Hasil akhir putusan panel Dispute Settlement Body (DSB) WTO memenangkan enam gugatan Indonesia atas UE pada Januari 2018.
Ketiga, pemerintah Indonesia diharapkan segera mengakselerasi implementasi kebijakan B30 setelah road test atau uji coba kendaraan selesai dilakukan di Oktober nanti. PLN juga semestinya merealiasi penggunaan minyak sawit untuk pembangkit listrik.
Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan yang terkait dengan industri kelapa sawit harus duduk bersama berdiskusi dan mencari solusi yang tepat guna mengatasi kendala yang menghalangi implementasi kebijakan B30.