Perkebunan teh Menoreh di wilayah Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mendapat apresiasi tinggi dari kalangan peneliti dari Korea Selatan (Korsel) dan Kamboja, atas pengelolaan perkebunan yang dinilai memberikan banyak nilai tambah dan manfaat kesejahteraan bagi kalangan petani.
Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan), Ir Bambang MM, mengatakan, pengelolaan perkebunan secara baik akan membawa dampak yang signifikan terhadap perekonomian melalui peluang kerja bagi anak-anak muda setempat.
“Mereka mengapresiasi manajemen pengelolaan keluar masuknya teh. Misalnya, kalau dulu hanya disetorkan ke perusahaan sehingga petani tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Sekarang, petani dengan membawa hasil panennya bisa membeli kebutuhannya, termasuk membeli beras,” ujar Bambang dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (26/12).
Menurut Bambang, kedatangan tamu spesial Guru Besar dari Universitas Nasional Korsel dan Kamboja, untuk melakukan penelitian. Kepada warga setempat, keduanya mengaku takjub dengan pengelolaan pertanian teh Menoreh.
“Peningkatan yang signifikan ini dapat membuka peluang kerja bagi anak muda yang belum memiliki pekerjaan. Masyarakat yang tidak memiliki kebun teh juga dapat bekerja di tempat edukasi atau dapat menjualkan produk teh,” katanya.
Dalam memberikan tambahan pengetahuan dalam pengelolaan perkebunan teh, Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung Bandung menggelar bimbingan teknis (Bimtek) kepada puluhan Kelompok Tani Teh Menoreh Kulon Progo, DIY. Kegiatan yang digelar selama 3 hari ini bekerja sama dengan Ditjen Perkebunan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) DIY, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo.
Ketua Kelompok Usaha Bersama Teh Menoreh, Sukohadi mengatakan, kegiatan ini difokuskan pada materi penanaman hingga bimbingan pasca panen. Kedua materi ini diberikan secara berkala pada 18 poktan yang terdiri dari 327 Kartu Keluarga.
“Jadi, penanaman teh dan panen harus ada konservasi tanah baik karena bisa menghindari terjadinya longsor yang dapat membahayakan warga setempat. Kemiringan sekitar 45 derajat paling tepat ditanami teh dibandingkan untuk pohon yang tinggi seperti sengon,” katanya.
Menurut Sukohadi, bimtek ini juga sekaligus memberi pengetahuan cocok tanam serta tata cara merawat kebun yang baik agar tetap menghasilkan kualitas unggul. “Karena di Menoreh ini ada 11 varian teh. Misalnya original, green tea, white tea, gold tea, yellow tea, jasmine, teh merah dan kualitas teh premium. Semua varian harus unggul karena bisa meningkatkan ekonomi melalui sektor wisata,” katanya.
Sukohadi menambahkan, sampai saat ini perkebunan Menoreh sudah dikunjungi wisatawan mancanegara (Wisman) dari berbagai negara. Mereka datang hanya sekedar untuk menikmati hamparan agrowisata dan mencicipi kualitas teh Menoreh secara langsung.
“Mereka semua dapat melihat proses pengeringan, pembakaran hingga penyajian teh Menoreh. Mereka juga terlihat senang dan antusias dalam setiap edukasi yang dijelaskan,” katanya.
Tingkatkan Produksi Perkebunan
Dirjen Perkebunan Kemtan, Bambang menambahkan, tahun depan sektor perkebunan akan berupaya untuk meningkatkan produksi dan ekspor. Hal ini mencakup komoditi-komoditi strategis yang diprioritaskan seperti teh, kopi dan kakao. “Kita masih berfokus pada ketersediaan benih komoditas strategis untuk ekspor,” jelasnya.
Bambang menyebutkan, untuk meningkatkan produksi tersebut, anggaran yang akan dialokasikan mencapai Rp 1 triliun. Dari nilai tersebut, 54 persen diantaranya dialokasikan untuk benih.
“Kalau untuk komoditi lainnya, kita dorong untuk pengembangan dan pembelian benih. Anggaran tahun ini 54 persen kita gunakan untuk benih dan 87 persen anggaran Direktorat Jenderal Perkebunan dialokasikan di dinas-dinas di daerah,” pungkasnya.